FAC News

Bidik Pendapatan Rp 5 Triliun, Supreme Cable (SCCO) Mengandalkan Pasar Swasta
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Banyak aktivitas bisnis terhambat gara-gara wabah corona. Produsen kabel PT Supreme Cable Manufacturing & Commerce Tbk pun mengalami kendala operasional lantaran ada kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB).
Direktur Independen PT Supreme Cable Manufacturing & Commerce Tbk, Teddy Rustiadi menjelaskan, sejumlah proyek dan industri berhenti sementara sehingga aktivitas pabrik menjadi tertunda. "Jadi efek PSBB terhadap perusahaan saling tali-temali," ujar dia dalam paparan publik secara virtual, Selasa (9/6).
Teddy mengatakan, Supreme Cable harus melaksanakan protokol kesehatan terkait PSBB, seperti pembatasan dan intensitas kegiatan di pabrik. Pada saat yang sama, kewajiban delivery menjadi tertunda. Meski demikian, tidak semua proyek tersendat.
Ada beberapa proyek yang tidak ingin tertunda. Alhasil, emiten bersandi saham SCCO di Bursa Efek Indonesia ini melayani 100% dengan mengatur lokasi plant sedemikian rupa sehingga kepadatan operator dapat diatur sesuai panduan new normal.
Kendati ada hambatan, Direktur Supreme Cable Manufacturing & Commerce, Sani Iskandar Darmawan menyebutkan, prospek industri kabel terbilang masih bagus karena masih banyak proyek swasta maupun BUMN.
Dia juga mengakui, sejauh ini tidak ada pembatalan proyek, hanya pelaksanaannya yang ditunda. "Meski ada gangguan, masih ada beberapa proyek yang masih berjalan," jelas dia.
SCCO masih mengandalkan pasar kabel di segmen swasta. Menurut Sani, pasar swasta masih dipegang distributor yang kebanyakan ritel, proyek properti dan industri.
Optimistis
Sejatinya, pandemi corona cukup berdampak pada tertundanya sejumlah proyek SCCO. Kendati demikian, perusahaan ini masih optimistis dengan target pertumbuhan top line dan bottom line yang sudah mereka rancang sebelumnya.
Direktur Supreme Cable Manufacturing & Commerce, Nicodemus M. Trisnadi bilang, SCCO membidik pendapatan senilai Rp 5 triliun dan laba Rp 352,9 miliar pada tahun ini.
Adapun pasar yang mendominasi masih dari swasta. "Target ini sudah ditetapkan pada akhir 2019 sebelum ada pandemi Covid-19. Saat ini kami belum merevisi target pendapatan dan laba tersebut," ujar dia.
Sepanjang tiga bulan pertama tahun ini, Nico mengungkapkan, kinerja Supreme Cable masih tumbuh positif. Perinciannya, mereka meraup penjualan Rp 1,39 triliun atau tumbuh 1,45% year-on-year (yoy). Adapun laba bersihnya meningkat 19% (yoy) menjadi Rp 110 miliar.
Di kuartal I 2020, komposisi penjualan kabel masih didominasi swasta sebesar 65,01% terhadap penjualan bersih, diikuti PLN 24,84%, dan segmen proyek 10,15%.
Sejatinya, efek Covid-19 belum terasa signifikan terhadap kinerja SCCO di sepanjang kuartal pertama tahun ini.
Dalam mengejar target, manajemen SCCO sudah menyiapkan strategi. Nicodemus menuturkan, pihaknya melakukan efisiensi di segala bidang, terutama biaya bahan baku utama yakni aluminium dan tembaga.
Supreme Cable akan melaksanakan monitoring khusus terkait fluktuasi harga aluminium dan tembaga. Hal tersebut dilakukan agar SCCO mendapatkan harga yang baik, sehingga beban bahan baku tidak terlalu menekan laba pada tahun ini.
Sebetulnya, dalam memuluskan rencana bisnisnya di tahun ini, Nicodemus menambahkan, Supreme Cable sudah menetapkan target dana belanja modal atau capital expenditure (capex) sebesar Rp 60 miliar, yang berasal dari kas internal. Namun lantaran capex ini sudah ditetapkan pada akhir 2019, Nicodemus bilang, manajemen SCCO masih wait and see untuk menyerap capex tersebut.